7 PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

A.  Prinsip-prinsip belajar
1.    Perhatian dan motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar dari kajian teori belajar pengelolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar( Gage dan Berliner, 1984:335). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.
Motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil(Gage dan Berliner,1984:372)
motivation is the concept we use when we describe the force action on or within an organism to initiate and direct behavior” demikian menurut H.L. petri (Petri,Herbert L, 1986:3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berarap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatann belajar berakhir. Motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan bakat dan minat. Siswa yang memiliki bakat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiaannya, dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Sikap siswa, sepertihalnya motif menimbulkan dan mengarahkann aktivitasnya. Siswa yang menyukai matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk beljar lebih giat, demikian sebaliknya.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainnnya. Motivasi juga dibedakan atas motif instrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai contoh siswa belajar sungguh-sungguh bukan karna ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi di dorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapat ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar
2.    Keaktifan
Menurut teori kogniif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengoah informasi yang diterimanya, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi.(Gage and Berliner,1984:267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasikan, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum”low of exercise” yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan.
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, menulis, mendengar, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimilikinya dalam memecahan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis lainnya.[1]

3.    Keterlibatan langsung/ berpengalaman
Pengalaman pada dasarnya adalah hasil interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. William burton mengemukakan, “ a good learning situation consist of a rich and varied seris of learning experiences unified around a virgorous purpose and carried on in interaction wirh a rich varied and propocative environtment.”[2]
Dengan belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi iai herus menghayati, terlibat langsung dalam pembuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang belajar membuat tempe, yang paling baik apbila ia secacra langsungdalam pembuatan bukan sekedar melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi sekedar mendengar orang bercerita bagaimana cara membuat tempe.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan”  learning by doing”. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif , baik individual ataupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah. Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internilaisasi nilai-nilaidalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
4.    Pengulangan
Menurut psikologi daya belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, menghayal,marasakan, berfikir dan sebagainnya dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebuat akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu di asah maka akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal Thondike. Belajar dari salah satu hukum belajarnya” law of exercise” ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar. Seperti pepatah “ latihan menjadikan sempurna”(Throndike, 1931b:20, dari Gredler, Margaret E Bell, terjemahan munandir,1991:51). Metode drill dan stereotyping adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan(Gage dan Berliner,1984:259)
5.    Tantangan
Teori medan (field theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu memahami bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajarai bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi maka tujuan belajar telah tercapai. Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.

6.    Balikan atau penguatan
Teori belajar operate conditioning dari B.F Skiner.pada teori ini yang diberikan kondisi adalah stimulusnya maka yang perlu diperkuat adalah responnya. Siswa akan belajarlebihbersemangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. hasil yang baik merupakan balikan yang nenyenangkan dan berpengarh baik bagi usaha belajar selajutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F Skiner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyeangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar(Gage and Berliner,1984:272)
7.    Perbedaan individu
Siswa merupakan individual yang unik artinya tiak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu terdapat pada kharakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini berengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Pembelajaran klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbarui dengan beberapa cara. Antara lain dengan penggunaan metode atau srategi yang bervariasi sehingga perbedaan-perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media intruksonal akan membantu melayani perbedaan –perbedaan siswa dalam cara belajar.[3]




[1] Dimyati, dkk,belajar dan pembelajaran,(jakarta:rieneka cipta,2009),h. 42-44

[2] Muhammad thobroni,dkk, belajar dan pembelajaran,(jakarta:ar ruzz media, 2011),h.22
[3] Dimyati, dkk,belajar dan pembelajaran,(jakarta:rieneka cipta,2009),h. 44-48 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RPP MATEMATIKA kelas V SD/MI materi bangun ruang

RPP IPA KELAS V SD/MI