Kecerdasan Moral Guru



Kecerdasan Moral Guru
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan kurikulum
Dosen Pengampu:  Nuryanto,S.Ag ,M.Pd.I


Disusun Oleh :

Frizka Ardiana Lestari            (1501050023)

PGMI / B / IV
JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
METRO


A.  PENDAHULUAN
Spiritual berasal dari kata spirit yang dapat berarti semangat, moral, dan sukma/jiwa. Spiritual merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan membangkitkan semangat atau jiwa, dan berhubungan dengan nilai-nilai religius. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak membantu peningkatan kualitas dan kesejahteraan kehidupan umat manusia di dunia, tetapi harus disadari pula perlunya landasan etika serta dimensi spiritual dan moral dalam menyikapi iptek yang telah maju.
Pengajaran menggunakan pendidikan spiritual di kelas diharapkan menghasilkan peserta didik yang berkarakter, sesuai dengan yang diharapkan oleh Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003. Dan karakter yang tertanam dalam diri peserta didik jika menggunakan pendidikan spiritual adalah integritas (kejujuran), energik (semangat), wisdom (bijaksana), inspiration (banyak ide) dan spirit (kuat).
            Seorang guru harus mampu mengptimalkan IQ, EQ, da SQ yang baik. guru sebagai pendidik harus memiliki rasa mencintai terhadap profesinya dan peserta didiknya, mendidik dilandasi dengan niat yang ikhlas beribadah kepada allah swt, mentransfer ilmu pengetahuan dan mempu menyampaikan nilai-nilai moral  sehingga mampu mendidik sikap dan prilaku peserta didik menjadi lebih baik dan menjadi teladan bagi peserta didiknya.
B.  PEMBAHASAN
1.    Pengertian Kecerdasan Moral Guru
Moral menunjukkan arti akhlak, tingkah laku yang bersusila, ciri-ciri khas seseorang atau kelompok orang dengan prilaku pantas dan baik menurut hukum tau adat istiadat yang mengatur tingkah laku. Menurut johannes, moral merupakan istilah yang sering dipertukarkan dengan etika. Poedjawiyatna mendefinisikan moral dengan sikap dan tindakan yang memacu pada baik buruk. Normanya adalah menentukan benar salah sikap dan tindakan manusia dilihat dari aspek buruknya. Menurut robert coles, kecerdasan moral seolah-olah bidang ketiga dari kegiatan otak (setelah kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional) yang berhubungan dengan kemampuan yang tumbuh perlahan-lahan untuk merenungkan mana yang salah dan mana yang benar dengan menggunakan sumber emosional dan intelektual manusia. Istilah moral dalam islam dikenal dengan istilah “akhlaq” yang berakar dari kata “khalaqa” yang artinya menciptakan. Penciptaan psikis disebut ”khuluq” sehingga akhlak merupakan bentuk atau kondisi batin dari penciptaan manusia.[1]
Kecerdasan moral dalam islam adalah kecerdasan yang berhuungan dengan pelaksanaan nilai-nilai moral yang telah ditetapkan oleh allah SWT dan yang berlaku pada tradisi manusia. Dengan kata lain kecerdasan moral merupaka kecerdasan yang berkaitan dengan hubungan kepada sesama manusia dan alam semesta, dengan tujuan untuk mengarahkan seseorang untuk bertindak denganbaik sehingga orang lain merasa senang dan gembira tanpa ada rasa sakit, iri hati, dendam, dan angkuh.
Nilai yang sangat dikenal dan melekat yang mencerminkan akhlak/ prilaku moral yang luar biasa tercermin pada nabi muhammad saw, yaitu: sidik,amanah,fatonah, dan tabligh. Tentu dipahami bahwa empat nilai ini merupakan esensi, bukan seluruhnya. Karena nabi muhammad saw juga terkenal dengan karakter kesabarannya, ketangguhannya dan berbagai karakter lain. Sidik yang berarti benar, mencerminkan bahwa rasululah berkomitmen pada kebenaran, selalu berkata dan berbuat benar, dan berjuan menegakkan kebenaran. Amanah yang berarti terpercaya, mencerminkan bahwa aa yang dikatakan dan apap yang dilakukan rasulullah dapat dipercaya oleh siapa pun, baik oleh kaum muslimin maupun non muslim. Fatonah berarti cerdas/pandai, arif luas wawasan, terampil, dan profesional. Artinya, prilaku rasulullah dapat dipertanggungjawabkan kehandalannya dala memecahkan masalah. Taligh yang bermakna komunikatif mencerminkan bahwa siapapun yang menjadi lawan bicara rasulullah, maka orang tersebut akan mudah memahami apa yang dibicarakan atau dimaksudkan rasulullah saw(kesuma,et al.,2012:11)[2]

Indikator kecerdasan moral adalah bagaimana seseorang merefleksikan pengetahuannya tentang moral yang bear kedalam kehidupan nyata, menghindarkan diri dari moral yang buruk. Orang yang baik adalah orang yang memiliki kecerdasan moral, sedang orang ynag jahat adalah orang yang idiot moralnya. Struktur nafsani (psikopisik) dari kecerdasan moral antara lain adalah santun, bijak, tidak angkuh dan tidak sombong.
Salah satu moral tertinggi yang dapat dipandang sebagai simbol cinta dan jalan terbaik  dalam pencapaiannya adalah kerendahan hati. Orang yang memiliki kerendahan hati memiliki kecerdasan moral yang tinggi, ssedangkan orang yang sobong memiliki kecerdasan moral yang rendah. “ kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah: artinya, mamiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut” Michele borba. Dari pengertian kecerdasan moral , maka kecerdasan moral guru dapat diartikan sebagai pelaksanaan nilai-nilai moral yang telah ditetapkan oleh allah SWT dan yang berlaku pada tradisi manusia. Dengan kata lain kecerdasan moral adalah kecrdasan yang berkaitan dengan hubungan seseorang guru dengan sesama manusia dan alam semesta, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antar sesama. Indikator guru yang memiliki kecerdasan moral adalah bagaimana seseorang guru merefleksikan pengetahuannya tentang moral yang benar kedalam keiduan nyata, menghindarkan diri dari moral yang buruk, sera mampu memberi teladan yang baik bagi anak didiknya. [3]
Nilai-nilai etis dan spiritualitas akan memegang peranan penting tidak hanya dalam bidang sosial dan keagamaan, melainkan dalam dunia pendidikan sebagai noble industry (industri mulia) dan merupakan institusi yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas sumber daya manusia dan kualitas peradaban di masa depan paling tepat dipimpin oleh orang yang memiliki wawasan spiritul.[4]
2.    Landasan Dan Kode Etik Guru
Peranan guru tidak dapat dipisahkan dari upaya untukk mencerdaskan dan menyiapkan kehidupan pesera didik. Karena itu, di pundak guru terdapat tanggung jawab yang melekat secara terus menerus sampai akhir hayat. Tgas dan tanggung jawab ini tidak mudah karena harus melalui proses yang pannjang, penuh dengan persyaratan dan berbagai tuntutan. Sebuah ungkapan tentang “ guru tanpa tanda jasa” dan “guru digugu dan ditiru” telah melekat pada kehidupan guru. Idntitas klasik ini intinya membawa konsekuensi terhadap sepak terjangnya dalam kehidupan masyarakat.[5]
Dalam pandangan langeveld (1950), seperti yang dikutip Piat A. Sehartian, guru adalah penceramah zaman. Landasan dari provesi guru seharusnya mempunyai visi masa depan. Ketajaman visi mendorong guru untuk mampu mengembangkan visinya. Untuk mewujudkan visi tersebut, guru harus belajar terus menerus menjadi guru profesional. Guru profesional memiliki kualifikasi sebagai berikut:
1.      Memiliki keahlian dalam bidang yang diajarkan
2.      Memiliki tanggung jawab yang tinggi
3.      Mamiliki rasa kesejawatan dan kode etik serta memanang tugasnya sebagai karier hidup.
Istilah etik mengandung makna nilai-nilai yang mendasari prilaku manusia. Terma etik berasal dari bahasa filsafat, bahkan menjadi salah satu cabangnya. Etik juga disepadankan dengan istiah adab, moral, ataupun akhlak. Etik berasal dari perkataan ethos, yang berarti watak. Sementara abad adalah keluhuran budi, yang berarti menimbulkan kahalusan budi atau kesusilaan, baik yang menyangkut lahir maupun batin.[6] Maksud kode etik guru adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (Relationship) antara guru dan lembaga kepandidikan (sekolah), guru dan sesama guru, guru dan peserta didik, guru dan lingkungannya.[7]
Fungsi kode etik adalah menjaga kredibilitas dan nama baik guru dalam menyandang status pendidik. Dengan adanya kode etik tersebut diharapkan para guru tidak melakukan pelanggaran terhadap kewajibannya. Jadi substansi diberlakukannya kode etik kepada guru sebenarnya menambah kewibawaan dan memelihara image profesi guru tetap baik.[8]
1.    Pengertian kode etik
Kode etik guru indonesia dapat dirumuskan sebagai himpuna nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis  dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode etik guru indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku tiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugasnya mengabdi sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian, kode etik guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk membentuk sikap profesional pada anggota profesi keguruan.
a.    Menurut undang-undang  no. 8 tahun 1974. Tentang pokok-pokok kepegawaian, pasal 28 undan-undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “ pegawai negri sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar  kedinasan.”
b.    Dalam pidato pembukaan kogres PGRI XIII, basumi sebagai ketua umum PGRI menyatakan bahwa kode etik guru indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan pengalihan pengabdiannya bekerja sebagai guru(PGRI,1973).
Dari pendapat ketua umum PGRI tersebut , dapat ditarik kesimpulan bahwa kode etik guru indonesia terdapat dua unsur pokok, yaitu: 1) Landasan moral, 2) Pedoman tingkah laku.
Menurut Majid Irsan Al-Kailani dalam bukunya ”Al-Fikr Al- Tarbawi ‘Inda Ibn Taimiyah” (1986,hlm.177-179), bahwa kode etik guru atau pendidik yaitu:
1.      Saling menolong atas kebajikan dan takwa
2.      Menjadi teladan bagi peserta didik dalam kebenaran, dan berusaha memelihara akhlak dan nilai-nilai islam
3.      Berusaha keras untuk menyebarkan ilmunya dan tidak menganggap remeh
4.      Berusaha meneladani dan mengembangkan ilmu.
Menurut Brikan Barky Al-Quraisy (1984,hlm.105-126), bahwa sifat-sifat guru yaitu:
1.         Dalam setiap tindakan mengajar harus bertujuan untuk mencari keridhaan Allah SWT.
2.         Menerapkan ilmunya dalam bentuk perbuatan
3.         Amanah dalam mentransformasikan ilmu
4.         Menguasai dan meneladani bidang ilmunya
5.         Memiliki kemampuan mengajar
6.         Bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap pesertqa didik
7.         Memahami tabiat, kemampuan dan kesiapan peserta didik.[9]

2.    Sanksi pelanggaran kode etik
Sering kali juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya kode etik dari profesi terentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila demikian, aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan ssnksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.

3.    Cara Mengembangkan Moral
Cara mengembangkan moral yang di kemukakan oleh michele borba dalam bukunya membangun kecerdasan moral bahwasannya kecerdasan moral terbangun dari tujuh kebajikan utama yaitu:
a.       Empati, merupakan inti emosi moral yang dapat membantu anak memahami perasaan orang lain. Kebajikan ini membuat anak menjadi peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain dan mendorongnya orang yang memerlukan bantuan, serta memperlakuka orang lain dengan kasih sayang.
b.      Hati nurani adalah suara hati yang membantu anak memilih jalan yang benar serta tetap berada di jalur yang bermoral, membuat dirinya merasa bersalah ketika menyimpang. Kebijakan ini merupakan ini merupakan fondasi bagi sifat jujur, tanggung jawab, dan integritas diri yang tinggi.
c.       Kontrol diri, membatu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berfikir sebelum bertindak. Sehingga ia melakukan hal yang benar. Kebajikan ini membuat anak menjadi mandiri dan membangkitkan sifat murah dan baik hati serta tidak egois.
d.      Rasa hormat, mendorong  bersikap baik dan menghormati orang lain, sehingga mencegah anak berbuat jahat, tidak adil, bertindak kasar dan bersikap memusuhi dan juga anak akan memperhatika hak-hak serta perasaan orang lain.
e.       Kebaikan hati membantu anak mampu menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Kebajikan ini menjadikan anak lebih belas kasih dan tidak hanya memikirkan diri sendiri.
f.       Toleransi membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, terbuka terhadap pandangan dan keyakinan baru dan menghargai tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya dan lain-lain.
g.      Keadilan menuntun anak agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak serta adil.[10]
C.  Kesimpulan
Moral menunjukkan arti akhlak, tingkah laku yang bersusila, ciri-ciri khas seseorang atau kelompok orang dengan prilaku pantas dan baik menurut hukum tau adat istiadat yang mengatur tingkah laku.kecerdasan moral guru dapat diartikan sebagai pelaksanaan nilai-nilai moral yang telah ditetapkan oleh allah SWT dan yang berlaku pada tradisi manusia. Dengan kata lain kecerdasan moral adalah kecrdasan yang berkaitan dengan hubungan seseorang guru dengan sesama manusia dan alam semesta, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antar sesama. Kode etik guru indonesia dapat dirumuskan sebagai himpuna nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis  dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode etik guru indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku tiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugasnya mengabdi sebagai guru, baik di dalam ==maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian, kode etik guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk membentuk sikap profesional pada anggota profesi keguruan.
DAFTAR PUSTAKA
Aan Hasanh,  pengembangan profesi guru,bandung:CV pustaka setia,2012
Abdul majid,belajar dan pembelajaran pendidikan agama islam,bandung:remaja rosdakarya,2014
Ary ginanjar agsutian, rahasia membangun emosi dan spiritual ESQ, jakarta:penerbit arga,2001
Laely mahmudah.”spiritual teaching dalam pembelajaran ipa di madrasah:penelitian pendidikan islam.”banyumas: volume 11, No.2, Agustus 2016
Muhammad muhyidin, Managenent ESQ power,jogjakarta:DIVA pers,2007
Natsir B kotten.” Supervisi pengajaran berwawasan spiritual: pendidikan dan pembelajaran”. NTT : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Flores, Volume 18 no.2/ oktober 2011
Siti fatimah soenaryo,  landasan dan profesionalisme dosen di perguruan tinggi, dalam materi pembekalan kemampuan dasar mengajar bagi calon dosen kontrak, pada tanggal 14 februari 2001, di univ. Muhammadiah malang.
Tim IKIP Surabaya,  Pengantar Didaktik Metodik kurikulum PBM, jakarta: rajawali,1987



[1] Ary ginanjar agsutian, rahasia membangun emosi dan spiritual ESQ,(jakarta:penerbit arga,2001),h. 57
[2] Laely mahmudah.”spiritual teaching dalam pembelajaran ipa di madrasah:penelitian pendidikan islam.”banyumas: volume 11, No.2, Agustus 2016. H. 450-451
[3] Ary ginanjar agsutian, rahasia membangun emosi dan spiritual ESQ,(jakarta:penerbit arga,2001),h. 57
[4] Natsir B kotten.” Supervisi pengajaran berwawasan spiritual: pendidikan dan pembelajaran”. NTT : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Flores,. Volume 18 no.2/ oktober 2011.h.134
[5]  Siti fatimah soenaryo,  landasan dan profesionalisme dosen di perguruan tinggi, dalam materi pembekalan kemampuan dasar mengajar bagi calon dosen kontrak, pada tanggal 14 februari 2001, di univ. Muhammadiah malang.
[6] Tim IKIP Surabaya,  Pengantar Didaktik Metodik kurikulum PBM, (jakarta: rajawali,1987), cet.III, h. 16
[7] Ibid., h. 17-21
[8] Aan Hasanh,  pengembangan profesi guru,(bandung:CV pustaka setia,2012), h.27
[9] Abdul majid,belajar dan pembelajaran pendidikan agama islam,( bandung:remaja rosdakarya,2014), h. 99
[10] Muhammad muhyidin, managenent ESQ power,(jogjakarta:DIVA pers,2007), h. 244-245

Komentar

  1. Assalamu'alaikum kak...
    Mohon keberkahan makalahnya 😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. walaikumsalam wr.wb kk
      silahkan kk, semoga bisa membantu ya...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RPP MATEMATIKA kelas V SD/MI materi bangun ruang

contoh RPP k13 agama dan budi pekerti/wudhu

RPP IPA KELAS V SD/MI